Laman

Kamis, 23 Januari 2014

Qonaah bukan Hanya Menerima Apa Adanya

 Qona’ah berasal dari bahasa Arab qona’a yang berarti ‘cukup’ atau merasa cukup.  Banyak yang mengartikan bahwa qona’ah adalah menerima apa adanya. Alias nerimo ing pandum. Dalam arti bukan hanya menerima apa adanya tanpa ada usaha selanjutnya.  Berapapun hasil usaha, sedikit atau banyak ia menerimanya dengan lapang dada atau rasa syukur. Tapi masih terus ada usaha untuk menambah usahanya tersebut.  Jadi, orang yang qona’ah adalah orang yang telah berusaha maksimal dan menerima hasil usahanya tersebut dengan rasa syukur dan ada usaha untuk berusaha dengan lebih baik lagi. Berusaha untuk mencapai yang lebih baik lagi bukan berarti serakah atau rakus terhadap dunia. Karena sebaik-baik manusia adalah orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin.
Saat ini, dimana perkembangan ekonomi sangat pesat. Kebutuhan manusia pun semakin meningkat. Sangat sulit untuk menjadi pribadi yang qona’ah. Disaat kita hanya mampu mempunyai sepeda motor. Kawan-kawan kita sudah bisa membeli mobil. Entah bayarnya secara cash atau kredit. Kadang terbersit dalam hati kita keinginan untuk bisa mempunyai seperti apa yang orang lain punyai. Padahal belum tentu kita mampu untuk seperti mereka. Akhirnya dengan berbagai cara kita berupaya untuk bisa mempunyainya. Walaupun sebenarnya itu belum perlu. Atau dalam kita bekerja, kita hanya memperoleh hasil yang tidak sesuai target atau tidak seperti biasanya, kita grundel, memaki-maki hasil yang diterima. Padahal hasil seperti itu tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup.
Nah, pada saat seperti itulah Allah menganjurkan kepada kita untuk bersyukur terhadap apa yang kita terima. Sebagaimana firmanNya:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“. (QS. Ibrahim:7)
Kenapa kita harus bersyukur? Karena sebenarnya kita adalah orang yang tidak punya apa-apa. Lantas, Allah Swt memberikan kita kecukupan.
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
Sebagaimana hadits Abdullah bin Amr bin Al Ash Radiyallahu Anhu, Rasulullah Sallalah alaihi wasallam bersabda :
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh beruntunglah orang masuk kedalam Islam, diberi rezki yang cukup, dan merasa cukup dengan apa yang Allah berikan”.(HR. Muslim no. 1746. Ahmad no.6284).
Prof Hamka menerangkan tentang Sifat Qona’ah didalam bukunya yang berjudul Tasawuf Modern. Bahwasannya sifat Qona’ah itu mengandung lima hal diantaranya, pertama, menerima apa yang ada dengan rela. Kedua, memohon kepada Allah agar diberi tambahan yang pantas, dibarengi dengan usaha. Ketiga, menerima ketentuan Allah dengan sabar.Keempat bertawakkal kepada Allah. Dan terakhir tidak tertarik oleh tipu daya dunia.
Setan selalu menggoda manusia untuk tidak Qona’ah terhadap dunia. Akibatnya manusia selalu merasa kurang terhadap apa yang diberikan oleh Allah. Memang sifat Qona’ah itu tidak jatuh dari langit dengan sendirinya kepada manusia, tetapi harus diasah dan dilatih. Dan hanya dengan sikap sabar bisa menumbuhkan sifat Qona’ah. Sabar untuk selalu berusaha merasa puas terhadap apa yang didapatnya.
Dengan sifat Qona’ah ini, orang akan selalu merasa bersyukur, sehingga mudah baginya untuk berbagi kepada orang lain dan dapat menghilangkan sifat serakah dalam hati.
Qona’ah ==> Syukur
Tidak qona’ah ==> Rakus/serakah
Seorang yang qana’ah akan terhindar dari berbagai akhlak buruk yang dapat mengikis habis pahala kebaikannya seperti hasad, namimah, dusta dan akhlak buruk lainnya. Faktor terbesar yang mendorong manusia melakukan berbagai akhlak buruk tersebut adalah tidak merasa cukup dengan rezeki yang Allah berikan, tamak akan dunia dan kecewa jika bagian dunia yang diperoleh hanya sedikit.
Balasan yang Allah berikan kepada kita jika bersikap qonaah adalah kita akan merasakan kehidupan di dunia ini dengan baik.
Sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” [An-Nahl: 97].
Kehidupan yang baik tidaklah identik dengan kekayaan yang melimpah ruah. Oleh karenanya, sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kehidupan yang baik dalam ayat di atas adalah Allah memberikannya rezeki berupa rasa qana’ah di dunia ini, sebagian ahli tafsir yang lain menyatakan bahwa kehidupan yang baik adalah Allah menganugerahi rezeki yang halal dan baik kepada hamba [Tafsir ath-Thabari 17/290; Maktabah asy-Syamilah].
Tafsir kehidupan yang baik dengan anugerah berupa rezeki yang halal dan baik semasa di dunia menunjukkan bahwa hal itu merupakan nikmat yang harus kita usahakan. Harta yang melimpah ruah sebenarnya bukanlah suatu nikmat jika diperoleh dengan cara yang tidak diridhai oleh Allah. Tapi sayangnya, sebagian besar manusia berkeyakinan harta yang sampai ketangannya meski diperoleh dengan cara yang haram itulah rezeki . Ingat, kekayaan yang dimiliki akan dimintai pertanggungjawaban dari dua sisi, yaitu bagaimana cara memperolehnya dan bagaimana harta itu dihabiskan. Seorang yang dianugerahi kekayaan melimpah ruah tentu pertanggungjawaban yang akan dituntut dari dirinya di akhirat kelak lebih besar.
Jadi, sikap qonaah akan menjadikan hidup kita di dunia ini akan tenang dan baik.

1. Pengertian qana’ah
Qana’ah adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidakpuas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak allah .
2. Fungsi qana’ah
Qana’ah berfungsi sebagai:
a. Stabilisator: seorang muslim yang memiliki sifat qana’ah akan selalu berlapang dada, berhati tenteram, merasa kaya dan berkecukupan, dan bebas dari keserakahan.
b. Dinamisator: kekuatan batin yang mendorong seseorang untuk meraih kemenangan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia ALLAH SWT.

http://filsafat.kompasiana.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar